Selasa, 02 Oktober 2012

KarlMarx_RikiSubagia_JNR1B_TugasKe3

Nama : Riki Subagia
NIM : 1112051100036
Kelas : Jurnalistik 1 B
 
 
1.      Konflik Kelas
Kelas sosial adalah golongan dalam masyarakat, tentu dengan kriteria tertentu. Menurut Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. namun, menurut Marx sendiri, kelas sosial merupakan gelaja khas masyarakat feodal, dimana mereka menyadari diri sebagai kelas, suatu golongan khusus dalam masyarakat, dan memiliki kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.
2. Pandangan Agama
Bagi Marx, agama merupakan medium dari ilusi sosial. Dalam agama tidak ada pendasaran yang real-objektif bagi manusia untuk mengabdi pada kekuasaan supranatural. Ia justru melihat bahwa agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia akan pembebasan sejati namun karena kondisi yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda inilah yang disebutnya sebagai candu bagi masyarakat. Berkaitan dengan hal ini Marx mengkritik agama Kristen yang telah mempropagandakan etika ketertundukan. Dalam etika ketertundukan itu manusia hanya bisa tunduk terhadap segala aturan yang dilegitimasi sebagai aturan dari Allah. Manusia pasif dan menerima penderitaan sebagai karunia, sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan kekal. Ini mengindikasikan bahwa manusia akhirnya hanya bisa menerima penderitaannya tak berbuat apa-apa. Justru sikap tunduk inilah yang menguntungkan kaum kapitalis yang nota bene menguasai roda perekonomian. Dalam konteks ini Marx melihat bahwa agama adalah ekspresi langsung dari kelas yang berkepentingan, kelas yang dominan secara ekonomi bahkan politik yaitu kelas kapitalis.
3. Modal Produksi
Modal produksi merupakan gabungan antara kekuasaan produksi (forces of production) dan hubungan produksi (relation of production). Unsur hubungan produksi disini menunjuk pada hubungan institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat yang pada artinya menunjuk pada struktur sosial. Karakteristik hubungan produksi ini sekaligus merupakan faktor penciri yang membedakan satu dan tipe lain dari moda produksi dalam masyaraka.
 
4. ideologi
Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyrakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyrakat . marx juga memiliki teori tentang idiologi sebagai semacam alienasi. Pengertian ini ditunjang filsuf ludwid Feuerbach yang merupakan penulis esensi Kristianisme. Bagi Ludwid agama itu merupakan proyeksi dalam bentuk" surga bagi pemikiran atau ide " , harapan dan keyakinan manusia. Orang bisa percaya eksistensi tuhan secara rill seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini (bahwa agama adalah  candu bagi masyrakat). Selanjutnya dia akan mengusung kedalam analisis komoditas.
 
Sumber:
·         Teori sosiologi modern, karangan george ritzer-doglas J.Godman edisi keenam
 
 

Karl Marx_Rahma Sari JNR 1B_Tugas ke 3

PERTENTANGAN KELAS
          Kelas yang dimaksud oleh Marx adalah suatu kelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatu organisasi produksi..Pada dasarnya teori konflik dari Marx merupakan pokok-pokok dari interpretasi sejarah ekonomi.Menurutnya,sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya merupakan sejarah tentang pertentangan kelas atau antargolongan mulai dari masyarakat sederhana hingga pada masyarakat komplek.Faktor utama yang menimbulkan konflik dalam analisis Marx adalah terletak pada factor produksi.Dengan adanya perbedaan atau ketimpangan yang semakin tajam dalam proses produksi menjadi dasar terjadinya konflik atau pertentangan kelas dalam masyarakat.
Marx menggambarkan hierarki masyarakat kedalam kela atas(borjuis)dan kelas bawah(proletar).Atas konsepnya itu,dalam sistem kapitalis merupakan negara kelas,artinya negara baik secara langsungmaupun tidak langsung telah dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi.
Dalam sistem produksi kapitalis,kedua kelas ini tidak hanya saling ketergantungan,tetapi antara kelas pemilik yang menduduki posisi kelas atas dengan kelas buruh yang termarginalkan itu kerap kali terjadi konflik vis a vis.Disini Marx menggambarkan bahwa kelas pemilik adalah kelas yang berkuasa dan pekerja adalah kelas yang lemah.Pada kondisi demikian ini kelas pemilik dengan seenaknya menetapkan persyaratan kepada mereka yang hendak bekerja sebagai kelas tanpa kepemilikan.Hubungan mereka merupakan kekuasaan,dimana kelas atas berkuasa atas kelas bawah sebagai buruh yang senantiasa tertindas.Peradangan dari pola hubungan patron clien ini menyebabkan munculnya kesadaran kelas yang kelak melahirkan konflik kelas.
Lantas kapankah kesadaran kelas tertindas itu bangkit?Apa yang menyebabkan kesadaran kelas itu muncul?Apakah akan terjadi revolusi dalam sejarah ekonomi kapitalis?.Marx memusatkan jawabannya pada perkembangan dalam kelas proletar masyarakat kapitalis.Satu factor pentng adalah semakin terpusatnya kaum buruh proletar dalam daerah-daerah industry di kota.Karena mereka bekerja sama-sama dalam kondisi yang kurang manusiawi dalam pabrik itu dan hidup berdampingan satu sama lain sebagai tetangga di kota,maka kaum proletar menjadi sadar akan penderitaan bersama.Singkatnya,terpusatnya mereka pada satu tempat,memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama.
Dalam kondisi kesengsaraan yang berkepanjangan itu,dibutuhkan jarngan komunikasi untuk meningkat kan kesadaran dari sekian banyak kelompok marginal.Jaringan ini dibentuk untuk kepentingan bersama menjadi jelas,maka strategi berikutnya adalah dibentuknya kelas proletar yang sadar melawan musuh bersama,organisasi ini berupa berdirinya serikat-serikat buruh,atau serikat-serikat kerja lainnya untuk mendesak upah yang lebih tinggi,perbaikan kondisi kerja,dan sebagainya.Organisasi kelas buruh ini dimaksudkan untuk menguatkan kaum buruh untuk menumbangkan segenap struktur sosial kapitalisdan dengan menggantikan struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan dan kepentingan umat manusia seutuhnya.[1]
Beberapa  pandangan Marx tentang kehidupan sosial yaitu:
1.Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentu pertentangan.
2.Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak kepada kekuatan yang dominan.
3.Paksaan (coercion) dalam wujud  hukum dipandang sebagai factor utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial,seperti milik pribadi (property),perbudakan (slavery),capital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan.Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarak karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan,penipuan,dan penindasan.Dengan demikian,titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.
4.Negara dan hukum dilihat sebagai alat  yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.
5.Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain,sehingga konflik tak terelakkan lagi.
            Dalam teori Marx disebutkan bahwa keadilan sosial akan tercapai jika kehidupan masyarakat tanpa kelas telah dapat terwujud.[2]
[1] Ambo Upe,S.Sos.,M.Si,Tradisi Aliran dalam Sosiologi,(Jakarta:Rajawali Pers,2010),hal.141
[2] Elly M.Setiadi & Usman Kolip,PENGANTAR SOSIOLOGI PEMAHAMAN FAKTA DAN GEJALA PERMASALAHAN SOSIAL:TEORI,APLIKASI,DAN PEMECAHANNYA ,(Jakarta:Kencana,cet.1,2011),hal.364
 
IDEOLOGI
Sebenarnya kita harus mengetahui bahwa tesis fundamental Marx dinyatakan dua kali.Pada awalnya ia hendak beroposisi terhadaap pandangan sejarah idealis, terutama yang berasal dari "pemuda penganut aliran Hegel" yang dikritiknya secara tajam dalam L'Ideologie allemande (1845).Kaum idealis ini menganggap bahwa pemikiran mengatur dunia,oleh karena itu perlu diterapkan pemikiran-pemikiran yang baru pula.Menghadapi aliran "ideology" ini Marx mempertahankan pendapatnya tentang materialism dalam hal prinsip yang rumusan yang begitu meyakinkan.Kritiknya terhadap Hegelianisme "menjatuhkan" posisi aliran idealis dan menegaskan adanya konsep materialis di mana masarakat dianggap semacam piramida.Bagian terbawah teridri atas dasar material,ekonomi dan diatasnya politik hukum dan kemudian pemikiran.[1]
Sebagaimana halnya pertanyaan tentang Negara (Pemerintahan),Marx tidak memilki teori yang sistematik tentang ideology.Sebaliknya,yang ada hanya analisis-analisis parsial dan belum rampung namun seringkali berbobot dan tajam.Analisis ini berkisar pada beberapa tema yang sifatnya fundamental.
            Marx menempatkan ideology sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat.ideologi ini dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai itu.Dengan demikian kaum borjuis yang semakin menanjak telah menentukan pemikiran-pemikiran tentang kebebasan,hak asasi manusia,kesetaraan di hadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde atau tatanan lama.Mereka ini cenderung memindahkan apa-apa yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.[2]
                Organisasi politik di kembangkan menjadi suatu ideologi yang mengungkapkan kepentingan kelas buruh yang sesungguhnya dan memberikan satu penjelasan mengenai peranan sejarahnya dalam mengubah struktur sosial.Pada prinsipnya,corak berpikir yang demikian itu dalam pandangan Marx  yang ia sebut sebagai ideology.Ideologi merupakan ajaran yang menjelaskan suatu keadaan terutama struktur kekuasaan yang sedemikian rupa,sehingga sekelompok orang menilainya sah,walaupun sesungguhnya tidaklah sah.Ideologi melayani kepentingan kelas berkuasa karena memberikan legitimasi pada suatu keadaan yang sebenarnya tidak memilikilegitimasi.Karena itu Marx menyebut ideology sebagai "kesadaran palsu"yakni kesadaran yang mengacu pada nilai-nilai moral tinggi dengan sekaligus menutup kenyataan bahwa dibelakang nilai-nilai luhur tersembunyi kepentingan-kepentingan egois para kelas penguasa (Suseno,1992).[3]
[1] Antony Giddens,Daniel Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah dan Berbagai Pemikirannya,(YogyakartaI:Kreasi Wacana,cet.1,2004),hal.24
[2] Antony Giddens,Daniel Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah dan Berbagai Pemikirannya,(YogyakartaI:Kreasi Wacana,cet.1,2004),hal.31
[3] Ambo Upe,S.Sos.,M.Si,Tradisi Aliran dalam Sosiologi,(Jakarta:Rajawali Pers,2010),hal.145
 
AGAMA
          Dalam artikelnya yang berjudul Economic Philosophical Manuscript,khususnya mengenai naskah pertama tentang alienated labour,dan dalam kedua artikel yang disebutkan di atas,Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara sakral dengan alienasi diri manusia secara sekuler.Yang pertama merupakan alienasi diri manusia dari agama,sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri manusia dalam ekonomi,dan politik.Dengan metode materialisme historis,Marx "membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat.Menurut Marx,agama merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud Tuhan.Gambaran ideal yang disebut Tuhan kemudian disembah oleh manusia,sehingga akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu "menindas" manusia.Alienasi diri manusia secara sakral terjadi,karena manusia tunduk pada Tuhan yang merupakan ciptaannya,dan Tuhan ciptaannya itu mendominasi manusia.Menurut Marx,manusialah yang menciptakan agama;dan agama tidak menciptakan manusia.Marx,mengikuti pendapat Feuerbach,berdasarkan kenyataan empirik tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated God' (alienasi diri Tuhan) atau manusia sebagai hasil penyerahan diri Tuhan,tetapi dia memandang bahwa Tuhan merupakan 'self-alienated Man' (alienasi diri manusia) atau Tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia.Oleh karena itu,penghapusan agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' merupakan tuntutan bagi kebahagiaan riil atau empiris manusia.Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa Marx bukanlah anti pada 'spiritual' atau agama.Yang ditentang Marx adalah agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' atau agama sebagai 'self-alienated Man'.Yang ingin dilihat Marx adalah manusia sebagai 'self-alienated God'.[1]
[1] Elly M.Setiadi & Usman Kolip,PENGANTAR SOSIOLOGI PEMAHAMAN FAKTA DAN GEJALA PERMASALAHAN SOSIAL:TEORI,APLIKASI,DAN PEMECAHANNYA ,(Jakarta:Kencana,cet.1,2011),hal.708
MODAL PRODUKSI
            Marx menggambarkan garis-garis besar  pendekatan  baru.Dasar atau fundamen masyarakat terletak dalam kehidupan materiilnya.Dengan bekerja manusia menghasilkan (berproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat.Jadi "dalam ekonomi politik kita bisa menemukan anatomi masyarakat sipil".Struktur ekonomi masyarakat merupakan "fondasi riil yang menjadi dasar pendirian bangunan yuridis dan politik,serta menjadi jawaban atas bentuk-bentuk kesadaran sosial yang telah ditentukan".Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya,malahan "sebaiknya eksistensi sosiallah yang menentukan kesadaran mereka".
            Cara produksi dari sebuah masyarakat berupa "tenaga kerja produksi" (manusia,mesin dan teknik) dan "hubungan produksi " (perbudakan,sistem bagi hasil,sistem kerajinan tangan,bekerja upahan).Cara produksi ini membentuk 'kaki penopang yang menyangga superstruktur politik,yuridis dan ideologis masyarakat.Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari yang model kuno,model Asia feodalistis dan borjuis.Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu,tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi.Itu sebabnya maka,"dimulailah era revolusi sosial."[1]
Dalam avant propos de la critique de l'economie politique (1859) Marx membuat ikhtisar poros-poros utama konsepsi sejarah sebagai berikut :
"Secara singkat hasil umum yang saya capai dan begitu diperoleh akan menjadi tali penuntun kajian saya.Di dalam produksi sosial eksistensi,manusia menjalin hubungan tertentu,yang dibutuhkan dan bebas sesuai keinginan mereka:hubungan-hubungan produksi ini berkaitan dengan level tertentu yang terkait dengan perkembangan tenaga produksi material.Keseluruhan hubungan ini membentuk struktur ekonomi masyarakat,sebagai fondasi riil yang menjadi dasar berdirinya bangunan yuridis dan politik.dan sebagai jawaban atas bentuk-bentuk tertentu dalam kesadaran sosial.Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan sosial,politik dan intelektual.Bukan kesadaran manusia yg menentukan eksistensinya,namun sebaliknya,eksistensi sosial mereka menenkan kesadaran tersebut.
Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada,….mulailah era revolusi sosial.Perubahan dalam fondasi ekonomi  disertai dengan ekacaun bangunan besar itu cepat atau lambat….terdapat kekacauan dalam kondisi-kondisi produksi ekonomi.Namun ada juga bentuk-bentuk yuridis,politik,religious,artistic dan filosofis,pendeknya bentuk-bentuk idelogi tempat manusia didalamnya memperoleh kesadaran akan adanya konflik itu dan akan mendorongnya hingga ke ujung akhir…Jika direduksi hingga ke garis-garis besarnya maka cara produksi ala asia,kuno,feudal dan borjuis tampak sebgai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat.Hubungan-hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proes sosial produksi….Masa prasejarah kemanusiaan berakhir dengan sistem sosial ini" (Sumber:Oeuvres,La Pleiade,Gallimard).[2]
 
[1] Antony Giddens,Daniel Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah dan Berbagai Pemikirannya,(YogyakartaI:Kreasi Wacana,cet.1,2004),hal.23
[2] Antony Giddens,Daniel Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah dan Berbagai Pemikirannya,(YogyakartaI:Kreasi Wacana,cet.1,2004),hal.25
 
 
 
 
           
 

KarlMarx_HildaDziah JRN1B_Tugas3

Karl Marx (1818-
1883)
Karl Heirinch Marx, dilahirkan di
Trier, clistrik Mselle, Prussian Rhineland, Jerman, pada 5 Mei 1818. Ia terjun
dalam bidang jurnalistik dan radikalisme olitik, dan dalam anggota Asosiasi
Pekerja Internasional (International Association of Workes), dan kongres Liga
Komunis (Congress of the Communist League).Ia menghasilkan beberapa karya
seperti The German Ideologi (1845), The Communist Manifesto (1848), Outlines of a Critique of Political Economy pada tahun 1867 terbit bagian pertama dari Capital dan A Critique of Hegel`s
Philosophy of Law, Economic and Philosophical Manuscripts (1884).
Pertentangan Kelas
Dalm pandangan Marx, filsafat
semestinya aktif membuat perubahan- perubahan karena yang terpenting adalah
perbuatan dan materi, bukan ide- ide. Manusia selalu terkait dengan hubungan-
hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Manusia adalah makhluk yang
bermasyarakat yang beraktivitas, dan terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia dalah kerja (homo laborans, homo faber). Pemikiran Karl Marx ini kemudian
dikenal dengan materialisme dialektika atau materialism historis, dan membawa
pandangan Marx terhadap teori pertentangan kelas, hingga pada perkembangan
lebih lanjut melahirkan komunisme.
Marx terkenal dengan analisisnya
dibidang sejarah yang dikemukakan dalam bukunya Communist  Manifesto (1848).
Marx beryakinan bahwa "hantu- hantu" kapitalisme yang ada akan digantikan
dengan komunisme. Menurut Marx, ide- ide merupakan produk kesadaran subjektif
setiap individu, tetapi kesadaran tidak dapat terpisah dari lingkungan materiil
dan social, jadi selalu ada kesadaran akan limhkungannya. Marx membedakan
"kelas sebagaimana kondisi dirinya sendiri" darii "kelas bagi dirinya
sendiri".  Kelas yang dimaksudkan Marx
adalah suatu kelompok orang- orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama
dalm suatu organisasi produksi.
Faktor utama yang menimbulkan konflik
dalam analisis Marx adalah terletak pada faktor produksi. Dengan adanya
perbedaan atau ketimpangan yang semakin tajam dalam proses produksi menjadi
dasar terjadinya konflik atau pertentangan kelas dalam masyarakat. Istilah ini
pun kemudian digumakan oleh Marx untuk menggambarkan hierarki masyarakat ke
dalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar). Dalam konteks system
stratifikasi, kelas pada dasarnya  sangat
tergantung dari pola hubungan antara kelompok- kelopmpok manusia terhadap
sarana produksi. [1]
 
Ideologi
Konsepsi materialis Marx yang
diterapkan pada perubahan sejarah untuk ertama kalinya dijelaskan dalam The German Ideologi disusun bersama
Engels. Salah satu tema pokok dalam karya itu adalah perubahan dalam bentuk
ideologi. [1]
Marx menempatkan ideologi sebagai
keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai
kelompok sosial dalam bingkai superstuktur masyarakat. Ideologi ini
dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas
bingkai itu.[2] Marx juga memiliki sebuah teori tenteng ideologi  sebagai semacam alienasi. Ideologi merupakan
ajaran yang menjelaskan suatu keadaan terutama struktur kekuasaan yang
sedemikian rupa , sehingga sekelompok orang menilainya sah, walaupun
sesungguhnya tidak sah. Tetapi Marx menyebut ideologi sebagai "kesadaran palsu" yakni kesadaran yang
mengacu pada nilai- nilai moral tinggi dengan sekaligus menutup kenyataan bahwa
dibelakang nilai- nlai luhur tersembunyi kepentingan- kepentingan egois para
kelas penguasa.
Perjuangan ideologis antara kaum
proletar yang berpandang revolusioner dan kelas borjuis konservatif hanya
merupakan satu cermin dari perjuangan riil yang sedang berlangsung.Perbedaan
yang terpenting adalah bahwa kelas- kelas proletar mewakili kepentingannya yang
khusus, sedangkan kelas protelar, dalam pandangan utopis Marx, bertujuan untuk
mewakili umat manusia seluruhnya.
Dalam buku Turner The Structure
of sociological Theory (1982) ditemukan beberapa proposisi yang diajukan oleh
Marx:
1.       Semakin tidak merata
distribusi pendapatan, maka besar pula konflik kepentingan antara kelompok atas
dan bawah.
2.       Semakin sadar kelompok
bawah akan kepentingannya, semakin keras mereka mempertanyakan keabsahan sistem
pembagian pendapatan yang ada.
3.       Semakin besar kesadaran
akan interes kelompok mereka semakin besar kecenderungan memunculkan konflik
menghadapi kelompok yang menguasai system yang ada.
4.       Semakin kuat ideologi kelompok
bawah semakin kuat struktur kepemimpinan politik dan terjadinya polarisasi
system yang ada.
5.       Semakin meluas polarisasi,
maka semakin keras konflik yang terjadi.
6.       Semakin keras konflik yang
ada, maka semakin besar perubahan struktual yang terjadi pada sistem dan luas
proses perataan sumber- sumber ekonomis.
Sistematisasi kajian Marx
berkenaan dengan kapitalisme, materialsme sejarah, dan alienasi dapat ditemukan
dalam penahapan umat manusia ke dalam tiga tahap. Tahap pertama, masyarakt
purba, yakni masyarakat dimana belum terjadinya pembagian kerja. Tahap kedua
adalah tahap pembagian kerja sekaligus tahap dimana terjadinya hak milik
pribadi. Dengan demikian, pada tahap ini telah terjadi keterasingan.Tahap
ketiga, yaitu tahap kebebasan jika hak milik pribadi itu telah dihapuskan.[3]
 
 
 
Agama
Pemikiran Marx
bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat".[4] Dalam artikelnya yang berjudul Economic
and Philosohical Manuscript, khususnya naskah pertama tentang alienasi labour, dan dalam kedua artikel
yang sudah disebutkan diatas, Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara
sakral dengan alienasi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan
alienasi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri
manusia dalam ekonomi, dan politik. Dengan metode materialisme historis, Marx
"membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat. Menurut Marx agama
merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud Tuhan.
Gambaran ideal yang disebut Tuhan itu kemudian disembah oleh manusia, sehingga
akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu
"menindas" manusia. Alienasi diri manusia secara sakral terjadi, karena manusia
tunduk pada Tuhan yang merupakan ciptaannya, dan Tuhan ciptaannya itu
mendominasi manusia. Menurut Marx, manusia lah yang menciptakan agama, dan
agama tidak menciptakan manusia. Marx, mengikuti pendapat Feuerbach,
berdasarkan kenyataan empirik tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated
God' (alienasi diri Tuhan) atau manusia sebagai hasil penyerahan diri Tuhan,
tetapi dia memandang bahwa Tuhan merupakan 'self-alienated Man' (alienasi diri)
atau Tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia. Oleh karena itu, penghapusan
agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' merupakan tuntutan bagi
kebahagiaan riil atau empiris manusia. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa
Marx bukanlah anti pada 'spiritual' atau agama. Yang ditentang Marx adalah
agama sebagai 'The Illusory Happines of Man' atau agama sebagai 'self-alienated
Man'. Yang ingin dilihat Marx adalah manusia sebagai 'self-alienated god'.[5]
 
Model Produksi
Dasar atau fundamen masyarakat
terletak dalam kehidupan materiilnya. Dengan bekerja manusia menghasilkan
(bereproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Cara produksi dari
sebuah masyarakat beurpa "tenaga kerja produksi" (manusia, mesin, dan teknik)
dan "hubungan produksi (perbudakan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan,
bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk "kaki penopang" yang menyangga
struktur politik, yuridis, dan idesologis masyarakat. Selama kurun waktu
berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari yang model
kuno, model Asia, feodalistis dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat
perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan
produksi. Bergantinya suatu cara produksi ke cara produksi lain menimbulkan
kontradiksi- kontradiksi ekonomi. Cara produksi dalam kehidupan material pada
umumya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual.
Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya,
eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan
tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan
hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Jika direduksi hingga
ke garis- garis besarnya, maka cara produksi ala Asia, kuno, feodal,dan borjuis
tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan-
hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses
sosial produksi. Kaum borjuis menjadi pemilik modal. Para "borjuis kecil" yang
merupakan kategori yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau
pengrajin, pedagang, notaris, pengacara dan seluruh "birokrat". Sedangkan kaum
proletar adalah mereka yang "menjual tenaga dalam bekerja".[6]
 

________________________________

[1] Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi
dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, cet.1,2010), hal.133,134 dan 142
[2]Anthony
Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI Sejarah
dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008) hal 31
[3] Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi
dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, cet.1,2010), hal. 140.
[4] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI
Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008)
hal 31.
[5] Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana,
cet.1,2011), hal.708.
[6] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI
Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008)
hal.23

Marx_Lilis Yuniarsih JRN 1B_Tugas Ketiga

TEORI IDEOLOGI
Sebagaimana halnya pertanyaan tentang negara(pemerintahan), Marx tidak memiliki teori yang sistematik tentang ideologi. Sebaliknya, yang ada hanya analisis-analisis parsial dan belum rampung namun seringkali berbobot dan tajam. Analisis ini berkisar pada beberapa tema yang sifatnya fundamental. Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai suprastruktur masyarakat. Ideologi ini dikondisiskan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai itu. Dengan demikian kaum borjuis yang semakin menanjaktelah menentukan pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan di hadapan hukum(hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi or atatu tatanan lama. Mereka ini cenderung memindahkan apa-apa yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.
                Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideologi sebagai semacam alienas. Pengertian itu dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan L'Essence du christianisme (Esensi Kristianisme) (1864). Bagi Feuerbach agama itu merupakan proyek dalam bentuk "surga bagi pemikiran(ide)",harapan dan keyakinan manusia. Orang bisa mempercayai eksistensi Tuhan secara riil seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini (bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat"). Selanjutnya ia akan mengusungnya kedalam analisis komoditas. [1]
                Dalam The German Ideology Marx dan Engels mulai mengangkat persoalan ideologi, dan mngekritik sesuatu yang ironis, mengingat pengistimewaan proletariat dalam teori merekapretensi kaum borjuis bahwa kepentingan mereka sendiri tak lain adalah kepentingan rakyat umum. Tahun 1848 Marx dan Engels menerbitkan karyanya yang amat terkenal, The Communist Manifest, sebuah polemik yang brilian dan menggunakan satu dimensi utama proyek Marx; suatu penilaian atas peradaban kapitalis yang sangat ambivalen, peradaban yang menjadikan segala sesuatu menjadi mungkin, dan serentak menyingkirkan realisasi-diri potensi kemanusiaan. Ini merupakan pemikiran yang brilian, yang mengantisipasi pemikiran Tonnies, Simmel Seabrook, dan Berman, serta mengambil inspirasi antara dari Carlyle("jaringan uang") dan dari imanjinasi Goethe tentang pelajar ilmu sihir. Kaum borjuis telah menciptakan suatu cara pertumbuhan ekonomis yang menakjubkan namun tak terkendali; Marx sekedar mengajukan pertanyaan tentang apakah ini adalah problem dimana proletariat merupakan solusinya.
                Manifesto tersebut juga kembali ke tema sejarah yang telah dibahas dalam The German Ideology. Disinilah muncul sistem bahwa semua sejarah adalah sejarah perjuangan kelas. Bagi Marx muda, perjuangan kelas adalah porosnya; bagi marx adalah struktur kelas, kerja, dan modal yang menjadi kategori-kategori formalnya. Disini Marx mengembangkan model dua kelas yang ditiru oleh para sosiolog dan sejarawan di belakang hari, dan yang merupakan konsep sentral dalam Capital. Sejarah bukan seedar sejarah kelas – kelas yang berjuan.sejarah modern adalah peperangan besar antara kelas fundamental; Borjuis dan proletar.
 
 
PERTENTANGAN KELAS
Teori Karl Marx merupakan teori sosiologi yang hingga kini masih tetap menjadi rujukan klasik dalam berbagai karya ilmiah tentang konflik. Kelas yang dimaksudkan oleh Karl Marx adalah suatu kelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatu organisasi produksi. Pada dasarnya teori konflik dari Marx merupakan pokok-pokok dari interpretasi sejarah ekonomi. Menurutnya, sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya merupakan sejarah tentang pertentangan kelas atau antargolongan mulai dari masyarakat sederhana hingga masyarakat kompleks. Faktor utama yang menimbulkan konflik dalam analisis Marx adalah terletak pada faktor produksi. Marx menggunakan istilah kelas untuk menggambarkan hierarki masyarakat ke dalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar). Atas konsepnya itu, Marx kemudian mengatakan bahwa pada hakikatnya negara dalam sistem kapitalis merupakan negara kelas, artinya negara baik secara langsung maupun tidak langsung telah dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi. Kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya tergantung pada keterlibatannta dalam hubungan sosial dengan orang lain untuk mengubah lingkungan materiil melalui kegiatan produktivitasnya. Hubungan-hubungan sosial yang elementer itu membentuk infrastruktur ekonomi masyarakat.
Dalam sistem produksi kapitalis, kedua kelas ini tidak hanya saling ketergantungan, tapi antara kelas pemilik yang menduduki posisi kelas atas dengan kelas buruh termaginalkan itu kerap kali terjadi konflik vis a vis. Disini Marx menggambarkan bahwa kelas yang pemilik adalah kelas yang berkuasa dan pekerja adalah kelas yang lemah. Pada kondisi demikian ini kelas pemilik dengan seenaknya menetapkan persyaratan kepada mereka yang hendak bekerja sebagai kelas tanpa kepemilikan. Hubungan mereka merupakan kekuasaan, dimana kelas atas berkuasa atas kelas bawah sebagai buruh yang senantiasa tertindas. Peradangan dari pola hubungan patron clien ini menyebabkan munculnya kesadaran kelas yang kelak melahirkan konflik kelas. [2]
Analisis tentang masyarakat dalam masalah kelass sosial sebenarnya tidak ditemukan oleh Marx. Bahkan para penulis seperti Adam Smith atau Alexis de tocqueville juga mengakui sebelumnya bahwa masyarakat memang terbagi atas kelas-kelas yang ditentukan oleh posisi ekonomi, status, penghasilan, posisi kekuasaan yang berbeda dan memiliki kepentingan yang berkelindan. Sesudah Marx-pun sosiolog-sosiolog lain dari Max Weber hingga Vilfredo Pareto, dari Joseph Schumpeter hingga Raymond Aron belakangan mempergunakan analisis masyarakat dengan dengan istilah kelas-kelas sosial. [3]
 
 
 
 
 
ALIENASI AGAMA (SAKRAL)
Dalam artikelnya yang berjudul Economic and Philosohical Manuscript, khususnya naskah pertama tentang alienasi labour, dan dalam kedua artikel yang sudah disebutkan diatas, Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara sakral dengan alienasi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan alienasi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri manusia dalam ekonomi, dan politik. Dengan metode materialisme historis, Marx "membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat. Menurut Marx agama merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud Tuhan. Gambaran ideal yang disebut Tuhan itu kemudian disembah oleh manusia, sehingga akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu "menindas" manusia. Alienasi diri manusia secara sakral terjadi, karena manusia tunduk pada Tuhan yang merupakan ciptaannya, dan Tuhan ciptaannya itu mendominasi manusia. Menurut Marx, manusia lah yang menciptakan agama, dan agama tidak menciptakan manusia. Marx, mengikuti pendapat Feuerbach, berdasarkan kenyataan empirik tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated God' (alienasi diri Tuhan) atau manusia sebagai hasil penyerahan diri Tuhan, tetapi dia memandang bahwa Tuhan merupakan 'self-alienated Man' (alienasi diri) atau Tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia. Oleh karena itu, penghapusan agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' merupakan tuntutan bagi kebahagiaan riil atau empiris manusia. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa Marx bukanlah anti pada 'spiritual' atau agama. Yang ditentang Marx adalah agama sebagai 'The Illusory Happines of Man' atau agama sebagai 'self-alienated Man'. Yang ingin dilihat Marx adalah manusia sebagai 'self-alienated god'.  [4]
 
 
 
 
 

 
MODEL PRODUKSI
Dasar atau fundamen masyarakat terletak dalam kehidupan materiilnya. Dengan bekerja manusia menghasilkan (bereproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Cara produksi dari sebuah masyarakat beurpa "tenaga kerja produksi" (manusia, mesin, dan teknik) dan "hubungan produksi (perbudakan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk "kaki penopang" yang menyangga struktur politik, yuridis, dan idesologis masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari yang model kuno, model Asia, feodalistis dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi. Bergantinya suatu cara produksi ke cara produksi lain menimbulkan kontradiksi- kontradiksi ekonomi. Cara produksi dalam kehidupan material pada umumya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Jika direduksi hingga ke garis- garis besarnya, maka cara produksi ala Asia, kuno, feodal,dan borjuis tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan- hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses sosial produksi. Kaum borjuis menjadi pemilik modal. Para "borjuis kecil" yang merupakan kategori yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau pengrajin, pedagang, notaris, pengacara dan seluruh "birokrat". Sedangkan kaum proletar adalah mereka yang "menjual tenaga dalam bekerja". [5]


[1] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008) hal.31
[2] Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, cet.1,2010), hal.141
[3] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008) hal 27
[4] Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, cet.1,2011), hal.708
[5] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008) hal.23

Cari Blog Ini