Sabtu, 22 September 2012

Teori Konflik

Teori Konflik
Oleh : Syifa Thoyyibah (1111054000020)
PMI 3
Tugas ke-2

Teori Konflik
 
            Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik dalam masyarakat. Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagia, atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda di mana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang lain, guna memenuhi atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya[1].
            Teori konflik Karl Marx. Menurutnya hakekat kenyataan sosial adalah konfilk, karena konflik adalah satu kenyataan sosail yang bisa di temukan dimana-mana. Dan bagi Marx konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Jenis dari konflik soaial ini bermacam-macam, yaitu : konflik antara individu, konflik antara kelompok,dan bahkan konflik antar bangsa. Akan tetapi konflik yang paling menonjol menurut Marx adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang material[2].
            Definisi kelas menurut Marx yaitu :
1.      Kelas elit/borjuis : Selamanya berfikir bagaimana mempertahankan kekuasaannya.
2.      Kelas menengah/profesional : Selamanya berfikir tidak mau di dongkrak oleh kelas   bawah.
3.      Kelas Bawah/proletar : Yang berkehendak ingin menjadi elit.
 
Menurut Marx juga konflik terjadi karena sumber daya politik yang ingin memperebutkan kekuasaan, sumber daya sosial yang di kuasai oleh kaum elit, sumber daya ekonomi yang berkolaborasi antara kaum elit dan politik, dan sumber daya simbolik yang berkenaan dengan gelar seseorang.
Teori konflik Ralf Dahendrof. Teori Ralf sering kali disebut dengan teori dialektik. Menurut Ralf masyarakat mempunyai 2 wajah, yakni konflik dan konsensus[3]. Seseorang tidak mungkin mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B, tidak mungkin mereka terlibat konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama lain dan tidak hidup bersama. Demikian sebalik nya, konflik bisa menghantar orang kepada konsensus.
             Selanjutnya Ralf menjelaskan hubungan antara konflik dan perubahan. Menurutnya konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Ralf mengatakan bahwa sekali kelompok-kelompok yang bertentangan muncul, maka mereka akan terlibat dalam tindakan-tindakan yang terarah kepada perubahan di dalam struktur sosial. Jika konflik itu intensif[4], maka perubahan akan bersifat radikal[5]. Dan jika konflik itu dalam bentuk kekerasan maka perubahan struktural akan terjadi dengan tiba-tiba.
            Menurut teori konflik versi Ralf Dahrendorf masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan atau wewenang yang dinamakan dengan Imperatively coordinatd associations (asosiasi yang di koordinasi secara paksa). Dengan demikian konflik menurul Ralf, konflik merupakan sumber terjadinya perubahan sosial[6].
            Teori konflik Jonathan Turner. Turner mengemukakan  bahwa ada 3 soal utama dalam teori konflik, diantaranya :
1.      Tidak ada definisi  yang jelas tentang apa itu konflik, yakni, apa yang termasuk ke dalam konfil dan apa yang bukan konflik
2.      Teori konflik kelihatannya mengambang karena tidak menjelaskan unit analisa konflik antara individu, kelompok, organisasi, kelas-kelas, dan antar bangsa.
3.      Karena konflik merupakan reaksi atas fungsionalisme struktural, maka konflik sulit melepaskan diri dari teori.
Kemudian Turner memusatkan perhatiannya pada "konflik pada suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih". Lalu Ia menjelaskan sembilan tahap menuju konflik terbuka, dalam kesembilan tahap itu turner merumuskan kembali proses terjadinya konflik di dalam sebuah sistem sosial atau masyarakat. Dan pada akhirnya konflik yang terbuka antara kelompok-kelompok yang bertikai sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk mendefinisikan kepentingan mereka secara obyektif[7] .
            Teori konflik Lewis Coser. Coser terkenal karena pandangannya bahwa konflik mempunyai fungsi positif bagi masyarakat. Ia mengenbangkan sejumlah proposisi mengenai fungsi konflik atas dasar asasyang ditegakkan oleh tokoh teori konflik lain, seperti George Simmel. Menurut definisinya, konflik adalah perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan[8].
Teori Coser sering kali disebut dengan teori fungsionalisme konflik, karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul The Functions of social conflicts Lewis Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik. Berikut adalah beberapa fungsi dari konflik menurut Coser[9] :
1.      Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar.
2.      Konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut dan solidaritas itu bisa menghantarnya kepada aliansi-aliansi dengan kelompok-kelompok lain.
3.      Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolir menjadi berperan secara aktif.
4.      Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi.
 
Akan tetapi konflik juga menghasilkan ketidak-berfungsian atau disfungsi, yang artinya fungsi-fungsi yang disebutkan oleh Coser itu tidak seberapa dibandingkan dengan ketidak-stabilan atau kehancuran yang disebabkan konflik itu.
           
 
Teori konflik C. Wright Mills. Mills adlah salah satu sosiolog Amerika yang berusaha menggabunkan perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial[10]. Ia banyak dikritik karena karya-karyanya terlau berisifat polemis[11] dan menyerang kelompok-kelompok tertentu. Mills yakin bahwa mungkin menciptakan syuatu masyarakt yang baik di atas dasar pengetahuan dan bahwa kaum intelektual harus mengambil tanggung jawab ini, yakni menciptakan sebuah masyarakat yang baik.
            Jadi kesimpulannya, teori konflik itu elemen-elemen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna meperoleh kepentingan yang sebesar-besarnya. Menurut karl Marx konflik merupakan salah satu kenyataan sosial yang bisa di temukan diman-mana, sedangkan menurut Ralf Dahendorf masyarakat mempunyai 2 wajah yakni konflik dan konsensus, kemudian menurut Jonathan Turner konflik sebagai suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah pada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih, lalu menurut Lewis Coser Ia memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik, dan yang terakhir menurut C. Wright Mills Ia menggabungkan perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial.
 


[1] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 71
[2] Dalam proses produksi barang-barang material ada dua kelompok yang terlibat yaitu : kaum kapitalis dan proletariat.
[3] Mengenal satu sama lain.
[4] Secara sungguh-sungguh dan terus menerus.
[5] Sangat keras menuntut perubahan.
[6] Kamanto Sunarto,  pengantar sosiologi, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004, hal 217
[7] mengenai keadaan yg sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.
[8] Kamanto Sunarto,  pengantar sosiologi, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004, hal 219
[9] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 83
 
[10] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 90
[11] Perdebatan mengenai suatu masalah yang di kemukakan secara terbuka di media massa.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini